ESSAI : Pendidikan di Negeri Machiavelis
Essay Pendidikan
Pendidikan di Negeri Machiavelis
Yulia Muharomah
13108241142
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Pendidikan Pra dan Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
2013
Pendidikan di Negeri Machiavelis
Oleh
: Yulia Muharomah
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
UNY
Sejarah mengatakan bahwa ketika
Julius Caesar menyerang Mesir bersama dengan pasukannya, Julius Caesar dalam
keadaan terjepit dan tidak bisa melarikan diri. Lalu Julius Caesar
memerintahkan kepada pasukannya untuk membakar perpustakaan Alexandria yang ada
di Mesir. Mengapa Julius Caesar justru memerintahkan pasukannya membakar
perpustakaan, bukan malah melarikan diri?
A. Apasih pendidikan itu?
Menurut Prof. H. Mahmud Yunuspendidikan adalah usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk
mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan, jasmani dan
akhlak sehingga secara bertahap dapat mengantarkan si anak kepada tujuannya
yang paling tinggi. Agar si anak hidup bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya
menjadi bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
B. Mengapa harus perpustakaan?
Perpustakaan dan
pendidikan merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan karena perpustakaan
merupakan cermin tingkat pendidikan suatu bangsa. Perpustakaan yang baik dan sistematis
mencerminkan keadaan masyarakat yang baik dan peduli pendidikan.Bangsa Mesir
merupakan bangsa yang amat menjunjung tinggi pendidikan oleh karena itu mereka
lebih memilih menyelamatkan perpustakaan Alexandria yang terbakar daripada
menangkap Julius Caesar. Perpustakaan merupakan gudang ilmu yang akan menjadi
warisan paling berharga bagi generasi yang akan datang, oleh karena itu mereka
melepaskan nyawa seorang Julius Caesar.
C. Cerminan Pendidikan
Sistematika perpustakaan bukanlah
satu-satunya cermin keberhasilan pendidikan sebuah negara. Masih banyak faktor
yang dapat menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan. Beberapa faktor tersebut
antara lain:
a.
Melek aksara, menurut data, 250-300 ribu siswa kelas 1, 2, dan 3
SD putus sekolahsetiaptahun. Sedangkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan,
penduduk buta aksara usia 10 tahun ke atas masih tercatat 9,07 persen atau
sekitar 15,5 juta, tersebar di seluruh provinsi.Bukankah mengejutkan? Banyak
sekali masyarakat Indonesia yang bahkan membaca saja tidak bisa. Bagaimana
mungkin kita mengharap tingginya kepedulian terhadap pendidikan jika hampir 10%
rakyatnya buta aksara?
b.
Produksibukujugadapatmenjadi tolok
ukur kesuksesan program pendidikan dankepedulianmasyarakatterhadappendidikan. International Publisher Canada menyatakan bahwa
Indonesia pada tahun 1997
menghasilkan kurang lebih
lima ribuan judul buku. Tetapi, tahun 2002 tercatat hanya 2.700-an judul. Produksi
paling tinggi ditunjukkan oleh Inggris, yaitu mencapai rata-rata 100 ribu judul
buku per tahun. Tahun 2000 saja sebanyak 110.155 judul buku.Posisi kedua
ditempati Jerman dengan jumlah judul buku yang diterbitkan pada tahun 2000
mencapai 80.779 judul, dan Jepang sebanyak 65.430 judul buku.Sungguh ironisb ukan? Logikanya, semakin banyak penduduk suatu bangsa
semakin tinggi kebutuhan akan buku. Yang akan mengakibatkan semakin tinggi dan bervariasinya buku yang
di produksi. Bahkan Jepang yang
sesama negara asia, jumlah penduduknya jauh di
bawah Indonesia, tapi Jepang mampu menempati peringkat ketiga produsen buku terbanyak di dunia. Sebegitu rendahkah kepedulian kita terhadap pendidikan?
D. Mengapa bisa gagal?
Berdasarkan data diatas, dapat kita tarik kesimpulan
bahwa pemerintah Indonesia kurang sukses dalam
melaksanakan program pendidikan. Bagaimana tidak? Dana yang amat besar
sejatinya telah digelontorkan dalam upaya memperbaiki sistem pendidikan.
Harapannya akan muncul pemuda-pemuda tangguh yang akan menjadi ujung tombak
reformasi Indonesia di segala bidang dan mengibarkan kembali bendera kejayaan
Indonesia di kancah internasional.
Tidak kurang 20% dari total APBN dialokasikan untuk
bidang pendidikan. Tapi mengapa Indonesia dari dulu hanya gini-gini saja? tidak maju-maju, bisa jadi malah mundur.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi tidak
efektifnya pembangunan pendidikan di Indonesia. Yang pertama adalah sistem
ekonomi. Sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia membentuk paradigma
penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan publik pemerintah terhadap
rakyat harus disertai dengan imbal jasa. Oleh karena itu, pendidikan menjadi
komoditas yang hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu dan menyebabkan
terbentuknya pola pikir pendidikan mahal pada masyarakat. Akibatnya, mayoritas
masyarakat menengah ke bawah memandang skeptis pada program pendidikan gratis
yang diselenggarakan oleh pemerintah. Karena meskipun biaya sekolah gratis,
masih banyak kebutuhan sekunder yang seolah diwajibkan
oleh pihak sekolah dan tentu saja tidak murah untuk ukuran mereka. Belum
lagi pungutan liar berkedok uang kegiatan atau daftar ulang yang sudah menjadi
rahasia umum.
Yang kedua adalah kehidupan politik
negara. Kehidupan politik yang oportunis menciptakan politikus yang berkarakter
machiavelis (bersedia melakukan segala cara untuk mendapat keuntungan). Karakter
machiavelis tersebut yang nampaknya sudah mengakar pada kehidupan rakyat di
berbagai strata sosial, saking mengakarnya mungkin negeri ini layak disebut
“Negeri Machiavelis”. Ke-machiavelisan-lah yang mengakibatkan20% dari total
APBN tersebut tidak pernah utuh sampai ke tangan rakyat. Sudah melalui proses
potong sana potong sini, sunat sana sunat sini, katanya sih untuk memperlancar
proses pencairan.Katanya.
Yang ketiga adalah gaya hidup.
Berlangsungnya gaya hidup hedonis juga menjadikan pendidikan melenceng dari
tujuan semula. Gaya hidup materialis dan permisif menyebabkan pendidikan hanya dijadikan
jembatan untuk mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Maka tak terelakkan lagi,
terciptalah generasi yang berlomba mengumpulkan materi dengan segala cara yang
semakin mempertegas karakter negeri machiavelis sejati.
E. Langkah apa yang bisa kita ambil?
Sudah banyak tokoh yang memberikan
solusi mengatasi carut-marut dunia pendidikan Indonesia, diantaranya:
1.
Seorang
guru sebaiknyaadalah putera daerah yang kompeten,
petani/peternak/ pengrajin/pengusaha sukses di daerahnya. Pemerintah/Komunitas
daerah hanya perlu merekrut 2 orang pedagodi dan psikolog per Kabupaten untuk
menyusun kurikulum berbasis potensi bisnis di daerah. Perpustakaan difokuskan
kepada pengembangan potensi daerah ini.Dengan begitu, pendidikan atau sekolah
benar-benar menjadi tempat dimana bussiness dilahirkan, dihidupkan dan
diimplementasikan dalam dunia nyata untuk menghidupkan Kesholehan Sosial dan
Kesholehan Ekonomi di Daerah. (Harry Santosa)
2.
Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi
dari guru/dosen yang harus ditingkatkan sebagai insentif dalam proses mengajar
serta semakin banyak sekolah yang mempunyai fasilitas yang memadai tetapi masih
terlalu besar poverty gap antara sekolah di kota dan di desa.”
Prioritas yang paling mendesak dilakukan pemerintah saat ini adalah perbaikan
gaji, perbaikan kurikulum, perbaikan peraturan/regulasi, dan pendistribusian
subsidi pemerintah yang adil dan menyeluruh. Selain itu kemampuan guru dan
dosen sendiri harus ditingkatkan baik melalui intensive training dan self-learning
seperti research, menulis di jurnal dll. Good educators mean good education
dan diharapkan akan menghasilkan para lulusan yang bermutu dan siap kerja.
(Syamsul Arief Rakhmadani, seorang staff pengajar di INTI College)
F. Kesimpulan
Perubahan tidak bisa dilakukan sendiri, perubahan
membutuhkan persatuan dan komitmen yang tinggi. Sistem tidak akan berubah jika
hanya melalui peraturan pemerintah, tanpa diikuti oleh semua elemen masyarakat.
Begitu juga sebaliknya, sistem tidak akan berubah jika tidak didukung oleh
pemerintah, meskipun rakyatnya menggebu-gebu meneriakkan perubahan.Perubahan harus dilakukan secara bersama-sama, tanggalkanlah pakaian Machiavelis
kita, mulailah membangun dan bekerja tulus untuk pencapaian yang lebih baik.
Comments
Post a Comment