ESSAI: Pengembangan Penelitian, Kunci Kemajuan Bangsa
Pengembangan
Penelitian, Kunci Kemajuan Bangsa
AULIA LATIFAH
(peserta lomba esai ukmf limlarts 2013)
(peserta lomba esai ukmf limlarts 2013)
Kanker
merupakan penyakit mematikan yang sangat ditakuti banyak orang. Seringkali
mereka merasa kebingungan saat anggota keluarganya terkena kanker. Pasalnya,
selain pengobatan yang sangat mahal, peluang untuk sembuh pun cenderung kecil.
Berbagai pengobatan yang dicoba mulai dari kemoterapi hingga pengobatan
alternatif seringkali dirasa tidak ampuh dalam menyembuhkan penyakit kanker.
Pada
tahun 2010, Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) Dr
Warsito P. Taruno, bersama tim CTech berhasil menemukan alat pembasmi kanker.
Alat yang menggunakan metode radiasi listrik statis ini sudah terbukti mampu
menyembuhkan penderita penyakit kanker payudara dan kanker otak. Banyak orang
yang kemudian merasa terbantu dengan adanya alat tersebut. Meski begitu, beliau
mengungkapkan bahwa masih perlu kajian dan penelitian lebih lanjut mengenai
penemuan ini. Namun ini cukup membantu dalam mengganti metode pengobatan yang
selama ini menggunakan radiasi berisiko tinggi dan berbiaya mahal.
Penemuan
Pak Warsito tersebut mungkin hanya salah satu contoh yang membuktikan bahwa sebuah
penelitian itu sangatlah penting. Tidak hanya bermanfaat untuk banyak orang,
penemuan hasil penelitian pun dapat memberikan sumbangsih pada negara dengan
paten uang yang didaftarkan. Selain itu, penelitian juga bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan sehingga dapat menunjang pendidikan di Indonesia.
Namun sayangnya, belum banyak hasil penelitian dari Indonesia yang masuk ke
jurnal-jurnal ilmiah internasional.
Selama
ini penelitian di bidang kesehatan belum banyak berkembang di Indonesia. Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Dr dr
Trihono MSc, mengatakan masih minimnya anggaran untuk penelitian kesehatan di
Indonesia yang besarnya Rp 400 miliar atau hanya 1,5 persen dari total anggaran
dana kesehatan (FER, 2011). Padahal masyarakat yang sehat tentu akan jauh lebih
produktif dan dapat menunjang kemajuan sebuah bangsa. Sehingga seharusnya
pmerintah pun menyediakan anggaran yang cukup untuk penelitian di Indonesia.
Indonesia
memiliki kekayaan flora yang sangat besar. Jika saja banyak penelitian yang
dilakukan, obat herbal yang sudah teruji klinik (fitofarmaka) dapat berkembang
dengan baik. Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandard, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada
manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah
disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan
uji memenuhi syarat. Namun sayangnya saat ini produk fitofarmaka yang sudah terdaftar
dan diresepkan para dokter baru ada enam (Ridarineni, 2013).
Banyak
sumber daya intelektual yang sebenarnya mampu mengembangkan bahan baku obat
dalam negeri. Namun minimnya anggaran penelitian masih menjadi kendala. Pakar
farmakologi dari fakultas kedokteran UGM Prof. dr. Iwan Dwi Prahasto,
M.Med.Sc., Ph.D., mengatakan saat ini 96 % bahan baku obat di Indonesia masih
diimpor dari China dan India. Padahal dengan menghasilkan bahan baku obat
sendiri, diharapkan kemandirian bangsa indonesia di bidang obat dapat tercapai
dalam 10-15 tahun mendatang (Grehenson, 2013).
Selain
bidang kesehatan, penelitian di bidang lain pun masih kurang. Misalnya di
bidang teknologi pertanian dan pertambangan. Tanah Indonesia yang subur juga
seharusnya mampu menjadi kekuatan bagi Indonesia. Ironisnya, negara agraris ini
masih belum memiliki kemandirian pangan ditunjukkan dengan masih dilakukannya
impor beras dan kedelai. Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Jepang yang
bahkan sudah mampu menciptakan lahan pertanian buatan. Indonesia pun sangat
kaya akan barang tambang. Jika semua bisa dikelola dengan baik, seharusnya itu
mampu menjadikan biaya pendidikan dan kesehatan masyarakat Indonesia tidak
mahal bahkan gratis.
Belum
berkembangnya penelitian bisa jadi merupakan salah satu penyebab belum majunya
negara ini. Kondisi Indonesia sangat berbanding terbalik dengan Singapura.
Negeri yang luas dan kaya akan sumber daya alam dan manusia ini justru masih
tertinggal jauh dari Singapura. Di sana penelitian sudah sangat berkembang.
Bahkan pemerintah Singapura mengumumkan bahwa jumlah dokter di Singapura yang
terlatih sains dengan baik diproyeksikan akan meningkat dua kali lipat pada
tahun 2015 (anonim, 2010). Singapura memiliki pernyataan tentang integritas
penelitian yang dikembangkan sebagai bagian dari Konferensi Dunia ke-2 tentang
Integritas Penelitian (the 2nd World Conference on Research Integrity), 21-24
Juli 2010, di Singapura. Pernyataan ini digunakan sebagai pedoman global untuk
pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab. (www.singaporestatement.org)
Agar
penelitian dapat berkembang dan menghasilkan manfaat yang optimal, perlu
perbaikan dari dua sisi yaitu masyarakat dan pemerintah. Keinginan masyarakat,
terutama dari kalangan akademisi, terhadap penelitian perlu ditingkatkan. Guru,
dosen, siswa hingga mahasiswa perlu dipacu untuk banyak melakukan penelitian.
Karena sebenarnya banyak orang Indonesia yang cerdas. Seorang fisikawan
Indonesia, Profesor Yohanes Surya, mengungkapkan bahwa Indonesia bisa menjadi
negara riset pada 2030 apabila semakin banyak perguruan tinggi yang
menggalakkan dan membudayakan riset serta penelitian dalam pendidikannya.
Pembimbing Tim Olimpiade Indonesia (TOFI) ini sangat yakin akan potensi anak
bangsa. Beliau ini mengungkapkan keyakinannya dengan mengatakan bahwa Tim
Olimpiade Indonesia (TOFI) sudah berhasil meraih seratus lebih medali emas di
kompetisi antarnegara dalam kurun 20 tahun terakhir. Dalam hal ini, yang
memegang peran besar adalah pemerintah serta para doktor yang sudah melalui
pendidikan S3. Mereka lah yang harus bisa memotivasi anak didiknya untuk banyak
melakukan penelitian. (Prihantoro, 2013).
Selain
memotivasi, pemerintah pun harus bersedia untuk menyediakan anggaran serta
sarana prasarana yang memadai. Karena tidak sedikit orang Indonesia yang merasa
lebih nyaman tinggal di luar negeri. Banyak dari mereka yang kuliah dan kerja
di luar negeri namun tidak ingin kembali ke Indonesia. Mereka merasa lebih
dihargai dan terfasilitasi dibanding di negeri sendiri.
Namun
dari semua itu, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pendekatan moral.
Sinergi antara masyarakat dan pemerintah yang memiliki moral baiklah yang akan
memberikan manfaat besar. Saat moral masyarakat dan pemerintah baik,
kebermanfaatan bersama sebagai tujuan utama sebuah penelitian dapat benar-benar
tercapai. Tidak akan ada sikap egoisme atau kepentingan pribadi yang justru
akan merugikan banyak orang. Moral yang baik juga akan mencegah adanya tindak
korupsi yang merupakan hambatan terbesar berkembangnya penelitian di Indonesia.
Sumber:
Prihantoro A 2013, ‘Indonesia berpotensi jadi
negara riset’, http://www.antaranews.com/berita/380407/indonesia-berpotensi-jadi-negara-riset
FER 2011, ‘Indonesia minim anggaran penelitian
kesehatan’, http://www.beritasatu.com/kesehatan/17772-indonesia-minim-anggaran-penelitian-kesehatan.html
Ridarineni
N 2013, ‘Empat fitofarmaka di Indonesia dalam proses penilaian’, http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/13/05/24/mnaikc-empat-fitofarmaka-di-indonesia-dalam-proses-penilaian
Grehenson
G 2013, ‘Minim, Anggaran Riset Bahan Baku Obat dan Teknologi kesehatan’, http://www.ugm.ac.id/en/berita/3864-minim.anggaran.riset.bahan.baku.obat.dan.teknologi.kesehatan
Anonim
2010, ‘Lebih Banyak Dokter-Peneliti di Singapura Pada Tahun 2015’, http://doktersingapura.com/bahasa-indonesia/lebih-banyak-dokter-singapura-2015/
Pernyataan
tentang
Integritas
Penelitian
Singapura,
http://www.singaporestatement.org/Translations/SS_Malay_Indonesian.pdf
bagus sekali
ReplyDelete